Friday, November 2, 2018

Contoh Penerjemahan Sastra 1


Contoh Penerjemahan Sastra 1

Menerjemahakan karya sastra berbeda dengan menerjemahkan jenis teks lainnya. Hal ini dikarenakan dalam penerjemahan karya sasta penerjemah dituntut mampu mempertahankan keindahan bahasa atau nilai estetika yang terkandung dalam teks dimaksud. Dalam hal ini, nuansa yang timbul saat teks tersebut dibaca oleh pembaca TSu (teks sumber) sedapat mungkin dijaga dan dimunculkan kembali dalam versi terjemahannya, sehingga pembaca TSa (teks sasaran) dapat merasakan nuasa yang kurang lebih sama yang dirasakan oleh pembaca TSu. Berikut adalah contoh hasil penerjemahan sastra yang diambil dari film pertama trilogi The Hobbit, "An Unexpected Journey". 

TSu: 
Far over the Misty Mountains cold
To dungeons deep and caverns old 
We must away ere break of day,
To find our long-forgotten gold 

The pines were roaring on the height
The winds were moaning in the night
The fire was red, it flaming spread
The trees like torches blazed with light 

TSa: 
Jauh di atas Pegunungan Berkabut yang dingin
Menyusuri ruang bawah tanah yang dalam dan gua tua
Kita harus pergi, sebelum fajar tiba
Untuk mencari emas yang lama terlupakan 

Cemara menderu di atas pegunungan
Angin mendesau di kegelapan malam
Barapun memerah, apinya menjalar
Pohon laksana suluh menyala menggeram

Wednesday, August 29, 2018

Diversity Is Beauty


Diversity Is Beauty


It is undeniable that diversity makes beauty. The proof of this fact is when we come to a park and notice the beauty of the varying flowers and plants grown there. Without such a variety, the park will just look plain and become less nice to see. The same goes for the world’s population; if it consists only of one ethnic group, it will turn the world into an uninteresting place to settle in.

Diversity, however, is a challenge to deal with as well. If it is not managed well, it can bring about disunity, the main cause of instability in a country. And what we see from today’s shaking world is none than a form of disunity in which people do not (want to) understand each other. They consider their own groups superior to any other ones. This condition obviously results in constant friction within multicultural communities due to diverse cultures, beliefs, views, and others. In the local scale, it may just lead to brawls, but in the global stage, it will cause far greater problems such as wars, ethnic cleansings, and genocides. All of these are no doubt very destructive to human civilization as a whole.

Thus, we are not supposed to perceive that our group stands out among others in order to avoid mass distruction. We are all the same. What makes us different lies in what we believe right. We should remember the most basic fact that every head has its own mind, meaning that each individual has his or her own way of thinking. That is why it seems completely normal if people hold distinct life views and religious beliefs. Besides, we also have to realize that we are born into this world without being given a chance to choose which family, ethnic, or even country to belong to. In other words, God means such diversity to exist in this wordly life.

As an example, we can take a look at our country Indonesia, which shows vast diversity in many things. It is inhabited by more than 260 million people of around 300 ethnic groups, spreading across over 1300 islands, from Sabang to Merauke. Because of its archipelagic geography, there is an enormous number of languages and dialects spoken in this country, which reaches approximately 750. Influenced by foreign powers and traders, it comes out to feature most of the major religions around the globe (Islam, Christianity, Catholicism, Hinduism, Buddhism) and recognize indigenous faiths embraced by the native tribes as well. These give us an idea of how heterogeneous the society is in various ways. Clearly, it needs to be preserved as a single one as an attempt to appreciate the desperate long-lasting fight of early people across the regions for independence.

Therefore, let us keep the precious heritage of “Bhinneka Tunggal Ika” (Unity in Diversity) by living in harmony and creating stability to help the government build this country even better, instead of resorting to extremism or spreading hate which fuels only fear and anger. Just love this fascinating country as it is, then see the true “Colorful Indonesia”, stretching long like a beautiful rainbow, as a gift from heaven.

PS: This essay was written to participate in a writing competition held by Alfalink Semarang.

Friday, July 6, 2018

Penundaan Pengumuman Hasil Ujian sebagai Momen bagi UT untuk Berbenah


Penundaan Pengumuman Hasil Ujian sebagai Momen bagi UT untuk Berbenah




Hari ini, 6 Juli 2018, seharusnya menjadi hari yang mendebarkan bagi mahasiswa UT, utamanya jurusan NON-PENDAS. Pasalnya, berdasarkan kalender akademik, hari ini adalah hari di mana hasil ujian periode 2018.1 akan diumumkan. Untuk melihat hasil ujian, banyak mahasiswa yang rela bergadang tengah malam untuk menghindari server jebol yang sudah lumrah terjadi di hari pengumuman. Oleh karena itu, para mahasiswa berlomba-lomba mencari waktu terbaik untuk mengetahui hasil ujian mereka secepatnya, apakah memuaskan atau justru mengecewakan.

Namun, usaha itu harus berakhir dengan kekecewaan. Karena hingga tenggah hari, belum ada mahasiswa yang berhasil mengakses nilai ujian. Dan ternyata diumumkan di website UT bahwa pengumuman ujian ditunda hingga 11 Juli (untuk alasan yang tidak diketahui). Hal ini pastinya membuat mahasiswa geram bukan kepalang. Apa yang mereka tunggu lama tidak kunjung datang dan malah menjadi penantian yang semakin panjang. Bahkan, karena saking tidak terimanya, ada seorang mahasiswa yang memasang tagar #2019gantirektorUT dan yang lainnya marah-marah tak karuan di kolom komentar di grup Facebook ofisial Universitas Terbuka, dengan menyatakan bahwa UT tidak profesional, tidak disiplin, manajemennya buruk, layanannya tidak memuaskan, dan sebagainya.

Membaca komen-komen tak mengenakkan tersebut, saya pribadi tidak bisa menyalahkan mereka sepenuhnya. Sebagai mahasiswa UT, jujur saja, saya juga merasa kecewa. Tetapi saya memilih untuk tidak memperkeruh suasana dengan ikut mencaci institusi yang saya cintai dan banggakan. Karena bagaimana pun ini adalah kampus saya, di mana saya menimba ilmu di sini dan mendapatkan banyak manfaat darinya. Akan tetapi, hal ini bukan berarti pula bahwa saya menerima penundaan mendadak ini dengan lapang dada begitu saja. Sebagai mahasiswa, saya juga turut memiliki tanggung jawab untuk menjaga reputasi dan kualitas kampus saya untuk tetap berjalan sebagaimana mestinya, baik ke dalam (mahasiswa) maupun ke luar (masyarakat).  

Oleh karenanya, pada kesempatan ini, ijinkan saya selaku mahasiswa memberikan masukan sebagai bahan pembenahan UT untuk kedepannya. 
1. Publikasi nilai tepat waktu
Tidak diragukan lagi bahwa setiap mahasiswa UT sangat menunggu-nunggu nilai ujian keluar. Setelah melewati ujian semester yang berat dan menguras pikiran, mahasiswa berharap dapat segera melihat hasil belajar mereka. Bagi yang sudah bekerja dan berkeluarga, mempelajari buku-buku kuliah dan mengerjakan tugas tuton bukanlah tugas mudah. Mereka harus membagi waktu untuk belajar, bekerja, dan keluarga. Sehingga wajar jika mereka ingin mengetahui kerja keras mereka secepatnya. 
Sebagai institusi yang menaungi banyak mahasiswa berstatus pekerja dan kepala rumah tangga, UT seharusnya menyadari hal ini dengan sangat baik. Akan menjadi bijaksana rasanya apabila UT tidak menunda-nunda lagi pengumuman hasil ujian, mengingat sudah ada jarak yang cukup lama antara ujian dan pengumuman. 
Dan menyinggung masalah nilai ini, percaya atau tidak, banyak mahasiswa yang mencoba mengecek nilai sebelum tanggalnya, dengan harapan nilai mereka telah tersedia. Lalu, bisa dibayangkan betapa sedihnya mereka jika pengumuman ternyata ditunda. Hemat saya adalah, kalau UT memang tidak bisa mempublikasikan seluruh nilai mata kuliah secara bersamaan karena belum terkumpul semua, lebih baik mengunggah nilai yang telah ada saja, ketimbang tidak ada publikasi nilai sama sekali.  
2. Disiplin waktu
UT adalah institusi perguruan tinggi yang telah mendapatkan pengakuan baik nasional maupun internasional. Label “negeri” yang tersemat mengukuhkan UT sebagai institusi besar dan sudah seyogyanya menjadi simbol kebanggaan bagi semua mahasiswa dan pegawainya. Jadi, jangan sampai kebanggaan dan kepercayaan mahasiswa hilang dan reputasi UT sebagai PTN berstandar dunia menurun gara-gara tidak disiplin waktu. Jangan sampai di lingkungan akademis mahasiswa diminta tepat waktu dalam melakukan registrasi, membayar SPP, mengikuti tuton, dll., tetapi institusi sendiri tidak disiplin dalam menjalankan kewajibannya kepada mahasiswa, dalam hal ini, mengumumkan nilai. 
Bukankah UT butuh waktu untuk mendapatkan kepercayaan mahasiswa, mengubah persepsi masyarakat agar menerima UT sebagai “kampus kaum muda” yang semula dianggap “kampus orang tua”? Jangan sampai pencapaian besar yang telah diraih ini berhenti, karena banyak mahasiswa tidak puas dengan layanan UT sehingga tidak merekomendasi UT sebagai tempat belajar yang baik. Dengan demikian, UT perlu berbenah dengan memberikan pelayanan terbaik kepada para mahasiswa, karena mereka, disadari atau tidak, adalah agen yang akan menyebarluaskan UT di masyarakat. 
3. Perbaikan manajemen 
Secara tidak langsung, penundaan pengumuman ini menunjukkan adanya masalah manajemen serius di lingkungan intern UT, khususnya di departemen atau divisi nilai. Mengingat penundaan ini tidak terjadi kali ini saja dan, yang lebih memprihatinkan, pengumumannya dilakukan di hari H-nya. Hal ini seperti menyiratkan bahwa waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan publikasi nilai mahasiswa tidak diestimasikan dengan tepat. Sehingga baru diumumkan pada hari H, setelah diketahui data belum terinput semuanya.
Selain penundaan pengumuman, terdapat juga masalah lain yaitu server error. Masalah ini sebetulnya bukan masalah baru sebab sering kali terjadi ketika akses ke situs-situs UT sedang tinggi, seperti saat pengumuman nilai, registrasi mata kuliah, dan order buku TBO. Tentunya, masalah server ini membuat tidak nyaman dan dapat menyebabkan mahasiswa tidak bisa melakukan registrasi untuk semester berikutnya dan tidak bisa memesan BMP untuk belajar. Sebagai tambahan untuk TBO, sejumlah mahasiswa menemukan nomor billing tidak valid ketika hendak dibayar di bank dan kontak TBO tidak bisa dihubungi (perlu ditelusuri lebih lanjut).
Masalah selanjutnya terkait respon Hallo UT dan tutor tuton. Berdasarkan pengalaman pribadi, tiket pertanyaan yang diajukan ke Hallo UT bisa direspon hingga 3 hari berikutnya, meski prioritas pesan berstatus “high”. Dan SMS yang dikirim bisa tidak dibalas dan telpon tidak dijawab. Sementara tutor tuton banyak yang tidak aktif saat tuton berjalan. Seolah hanya memberikan instruksi dan tugas, tanpa bersedia menanggapi pertanyaan atau diskusi mahasiswa yang mengalami kesulitan dan tidak memperlihatkan nilai yang diperoleh mahasiswa atas tugas-tugas yang mereka kumpulkan.
Melihat masalah-masalah di atas, rasanya perlu dilakukan perbaikan manajemen secara mendalam di lingkungan intern UT. Perbaikan dapat dimulai dengan mengevaluasi departemen terkait serta meningkatkan koordinasi dengan seluruh tutor, UPBJJ, dan badan usaha yang bersangkutan. Yang tak kalah penting di sini adalah mengumumkan penundaan hasil ujian beberapa hari sebelum hari H (jika memang terpaksa), supaya para mahasiswa tidak merasa kecewa berat.

Tulisan ini saya tulis sebagai bentuk kepedulian saya terhadap UT, yang sebentar lagi akan saya tinggalkan. :)

Friday, January 19, 2018

Contoh Karil Sastra Inggris Universitas Terbuka


Contoh Karil Sastra Inggris Universitas Terbuka


 
Karil atau karya ilmiah merupakan prasyarat yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Universitas Terbuka untuk mendapatkan kelulusannya. Karil ini disyaratkan sebagai upaya universitas melatih keterampilan menulis akademis mahasiswa. Karil ini biasanya diambil bersamaan dengan TAP di Semester 7. Namun, ada pula yang mengambilnya di semester berikutnya karena belum memenuhi persyaratannya ataupun karena alasan-alasan tertentu. Untuk persyaratan registrasi TAP ini, silakan baca Pendaftaran Tugas Akhir Program (TAP).   
Berbicara lebih lanjut mengenai Karil, mahasiswa dikatakan lulus apabila dinyatakan "lolos plagiasi" dalam website resmi karil (http://karil.ut.ac.id). Adapun untuk cara aktivasi akun dan unggah karil di website ini, silakan download Panduan Karil. 
Kemudian hal-hal lain yang perlu diketahui dan diperhatikan seputar Karil ini antara lain:
a) mahasiswa yang akan mengambil Karil harus terjaring dalam daftar peserta TAP yang diterbitkan oleh UPBJJ-UT,  
b) mahasiswa kemudian akan diundang oleh UPBJJ-UT untuk mengikuti acara “persamaan persepsi”,
c) mahasiswa akan dibimbing oleh dosen dari universitas lain dalam penulisan Karilnya,
d) bimbingan tersebut akan berlangsung selama 8 minggu (1x bimbingan/ minggu),
e) panjang Karil bervariasi di setiap jurusan (7 – 12 halaman untuk FEKON, FHISIP, FMIPA; 10 – 15 halaman untuk mahasiswa PPs; dan maks. 30 halaman untuk FKIP),
f) pedoman penulisan sitasi dan daftar pustaka yang dipakai adalah APA style (American Psychological Association),
g) nilai Karil akan masuk kedalam nilai TAP. 

Setelah mengulas perihal Karil, berikut saya lampirkan contoh Karil Sastra Inggris yang saya tulis semester kemarin (Semester 7) dan telah dinyatakan lolos.