Indonesia Emas 2045 adalah sebuah impian besar tentang Indonesia yang unggul, maju bersaing dengan bangsa-bangsa lain, dan telah cukup dewasa untuk mengatasi isu-isu persoalan klasik bangsa, seperti korupsi, isu disintegrasi, dan kemiskikan. Untuk mewujudkan impian tersebut, kunci utamanya bukan kekuatan ekonomi, politik, atau militer, melainkan manusianya. Sesederhana yang diungkapkan oleh Anies Baswedan, “Pola pikir yang menganggap bahwa potensi utama sebuah bangsa adalah lautnya, tanahnya, tambangnya, adalah pola pikir para penjajah.”
Tak peduli bagaimana ukuran alam sebuah negara, selama manusianya unggul maka negeri tersebut pasti unggul.
Lihat bagaimana majunya Singapura hingga negara-negara di Eropa. Sumber daya alam dapat dinaikkan nilainya melalui eksploitasi dan pengolahan berkelanjutan, tetapi satu-satunya cara untuk menaikkan nilai sumber daya manusia adalah melalui pendidikan. Sehingga formulanya sederhana: bangun pendidikan Indonesia menjadi lebih baik, tuai kader-kader bangsa terbaik, maka Indonesia akan membaik.
Pelajar dan mahasiswa yang kini belajar di kelas-kelas, 30-40 tahun mendatang akan menjadi pemimpin-pemimpin yang menjalankan beragam sektor negara, oleh sebab itu untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 adalah dengan menjalankan pendidikan emas sejak tahun 2005.
Masalahnya, pendidikan yang menjadi kunci keberhasilan pencapaian visi tersebut kini masih banyak menemui masalah. Mulai dari isu harga pendidikan, ketimpangan pembangunan fasilitas, manajemen ujian nasional, jumlah jam belajar (full day school), hingga pembaruan kurikulum dan guru. Banyaknya isu-isu masalah pendidikan tersebut justru seakan membuat kita pesimis, apakah pendidikan yang seperti ini yang akan mencetak generasi emas Indonesia 2045? Sebab jika tetap demikian, maka Indonesia 2045 tak akan se-emas yang dibayangkan dan diharap-harapkan.
Penulis sebagai ‘peserta’ sistem pendidikan di Indonesia, menyimpulkan bahwa dari puluhan masalah pendidikan Indonesia tersebut, terdapat 3 pokok yang menjadi kendala utama: Manajemen (pangkal), kurikulum (tengah), dan kualitas guru (ujung).